Cerita Sex Menikmati pijatan yang membuat ku jadi terangsang

Cerita Sex Menikmati pijatan yang membuat ku jadi terangsang , Siang yang cukup terik saat aku pulang dari sekolah tempatku mengajar. Jarak antara sekolah dan rumahku memang tidak begitu jauh, tapi teriknya siang ini membuatku mengendarai motor matic ini cukup tersiksa. Untung saja jalanan tidak begitu macet sehingga aku bisa dengan cepat sampai rumah.

Di rumah aku disambut oleh anak lelakiku yang digendong baby sitter. Anak semata wayangku yang bernama Gerald ini baru berumur setahun, hasil pernikahanku dengan mas Galih 2 tahun yang lalu. Namaku Nuri Herawati, saat ini berumur 26 tahun, terpaut 3 tahun dengan mas Galih. Sedangkan baby sitter yang menjaga anakku ini adalah Siti, kenalanku dari kampung yang bersedia ikut denganku. Sebagai lulusan SD dia sudah cukup berterima kasih ku beri pekerjaan di rumah ini. Selain menjaga Gerald Siti juga sekaligus merangkap pembantu yang mengerjakan semua pekerjaan rumah.

Begitu melihat Gerald seolah rasa lelahku langsung hilang. Senyumnya menjadi seperti vitamin yang selalu manjur untuk mengembalikan semangatku. Ku gendong Gerald kemudian kubawa masuk ke kamar, sedangkan Siti melanjutkan pekerjaannya. Aku bisa betah seharian bermain-main dengan anakku yang sedang lucu-lucunya itu.

Kalau sudah pulang dari mengajar seperti ini, ya hanya ini kegiatanku, bermain-main dengan Gerald sambil menunggu mas Galih pulang. Suamiku bekerja di sebuah bank bumn di kota ini, dan biasanya dia pulang agak petang. Untung di rumah ada Gerald dan Siti sehingga aku tidak terlalu kesepian.

Saat sedang asyik-asyik bermain-main dengan Gerald ku dengar ada suara motor yang masuk ke halaman rumahku. Saat kutengok dari dalam rumah ternyata itu adalah Wika, kawanku sejak kuliah yang kebetulan mendapat pekerjaan juga di kota ini. Aku dan Wika sama-sama perantau, tapi kalau kampungku tak begitu jauh dari kota ini, Wika berasal dari pulau seberang.

Wika seumuran denganku, tapi dia belum menikah. Penampilan kami berdua juga sama-sama berjilbab kalau sedang keluar rumah, dan juga memakai pakaian yang tidak terlalu ketat, tapi tetap modis, khas hijaber masa kini. Secara postur tubuh, meskipun tinggi kami hampir sama tapi Wika lebih langsing daripada aku. Wajar karena aku sudah pernah melahirkan. Tapi meski begitu aku juga tidak bisa dikatakan gemuk. Aku bersyukur karena setelah menikah tubuhku tidak terlalu melar, bisa kembali meskipun tidak selangsing dulu, tapi itu sudah cukup membuat suamiku senang. Katanya dia lebih suka melihatku yang seperti ini, lebih montok, hehehe.

“Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam, masuk Wi.”

“Hai Ri, apa kabar?” dia masuk dan kami langsung cipika cipiki.

“Alhamdulillah baik, kabar kamu gimana?” tanyaku balik.

“Alhamdulillah baik juga. Hai ganteeng, sini dong digendong sama tante.”

Aku pun langsung memberikan Gerald untuk digendong oleh Wika. Wika memang sudah sering main kesini dan menggendong Gerald, karena itulah anakku tidak rewel, bahkan terlihat senang kalau Wika datang. Kulihat dia senang sekali bermain-main dengan Gerald, makanya sering kusindir agak cepat-cepat menikah.

“Duh, kayaknya kamu udah pengen banget punya anak Wi? Sana buruan nikah, umur juga udah pas kan?”

“Hehehe iya Ri, ya doain aja moga-moga cepet dilamar sama mas Anton.”

“Ya kalau nggak cepet-cepet dilamar ancem aja, mau cari yang lain, entar pasti langsung deh mas Anton nemuin orang tuamu, hahaha.”

“Hahaha iya juga ya.”

Kami masih ngobrol santai sampai akhirnya aku dipanggil Siti dan memberi tahu kalau makan siang sudah siap. Kuajak Wika sekalian makan siang. Dia minta tetap menggendong Gerald, kuiyakan saja karena kulihat Gerald anteng-anteng saja. Selesai makan siang kami duduk-duduk di ruang keluarga sambil ngobrol santai lagi.

“Eh Ri, tahu nggak, ada tempat pijat baru lho di daerah Seturan,” ucap Wika.

“Oh ya? Dimana?” tanyaku.

“Di deket OK-Mart, ada gang kan di sebelahnya, masuk kira-kira 100 meter, namanya Family Spa.”

“Ooh, enak nggak tempatnya?”

“Enak kok, karena masih baru mungkin ya, coba aja kesana.”

“Hmm, iya deh entar kapan-kapan. Lagian aku nggak terlalu hobi pijat. Apalagi di tempat kayak gitu, rasanya kurang nyaman aja.”

“Eh yang ini beda. Kan tempat buat cowok sama cewek dipisah, terus roomnya juga nggak kayak di tempat lain yang cuma dibatesin triplek. Ini kayak kamar gitu, lumayan kedap suara juga, jadi nggak bakal denger suara dari luar. Udah gitu fasilitasnya lengkap, kalau yang VIP ada bathtub sama TV-nya.”

“Oh ya? Wah mahal dong berarti?”

“Ya lumayan, tapi sekarang masih promo kok, jadi harganya sama kayak di tempat lain. Kemarin pas kesana aku tanya kan promonya sampai kapan, kata kasirnya masih 2 minggu lagi. Kesana aja lumayan kan?”

“Hmm, iya deh nanti.”

Setelah itu obrolan kami berganti topik lagi. Sampai akhirnya tak terasa hari sudah sore dan Wika pamit pulang. Aku memikirkan lagi soal panti pijat yang tadi diceritakan oleh Wika. Aku memang tidak terlalu sering dipijat, karena aku orangnya gampang gelian, jadi suka risih aja kalau dipijat, meskipun yang mijat itu mbok-mbok kayak biasanya aku pijat selama ini. Tapi kupikir-pikir, mumpung masih promo mungkin boleh juga dicoba, apalagi Wika yang ngerekomendasiin. Yang aku tahu Wika memang sering pijat di spa-spa seperti itu, sebulan bisa 2 sampai 3 kali.

Pada suatu hari, aku pulang lebih awal dari biasanya karena hari ini memang diadakan rapat guru. Rapat itu ternyata cuma berlangsung sebentar dan kami langsung pulang. Dalam perjalanan aku kembali teringat panti pijat yang pernah diceritakan Wika. Kuingat-ingat lagi sepertinya saat ini masih promo, ah kucoba saja kesana, mumpung badanku juga sedang capek-capek. Tapi aku memutuskan untuk pulang dulu ganti baju, tidak mungkin aku kesana dengan memakai seragam guruku ini.

Sesampainya di rumah aku segera mengganti baju. Kukenakan kemeja lengan panjang kotak-kotak dan celana panjang jeans, kemudian dengan jilbab berwarna hitam. Kepada Siti aku mengatakan akan ke rumah temanku dulu karena ada sedikit urusan. Aku pun berangkat berbekal petunjuk yang diberikan oleh Wika tempo hari. Tidak sulit mencari tempat itu, dan akhirnya aku sampai juga.

Kulihat dari luar bangunannya cukup bagus, didominasi warna hijau dengan desain yang futuristik. Sayang tempatnya agak masuk ke dalam, kalau pas di pinggir jalan depan sana mungkin akan semakin ramai. Kulihat parkirannya cukup luas, dan baru beberapa kendaraan saja baik mobil ataupun motor yang terparkir. Yah, memang masih jam segini, orang-orang pun pasti masih sibuk bekerja.

“Selamat siang ibu, selamat datang,” aku langsung disambut petugas saat baru masuk.

“Selamat siang mbak,” jawabku.

“Baru pertama kali kesini bu?” tanya petugas itu dengan ramah.

“Iya mbak, betul.”

“Oh kalau begitu silahkan dipilih, mau paket yang mana, semua harga yang tertera disitu nanti dipotong 50% bu karena kami masih promo,” dia menyodorkan sebuah buku yang mirip daftar menu.

Kulihat tarif untuk tiap-tiap perawatan memang lebih tinggi daripada tempat lain, tapi karena masih promo dan diskon sampai 50%, jatuhnya malah lebih murah.

“Saya pilih ini aja mbak, shiatsu yang 2 jam.”

“Oh baik ibu. Silahkan pilih untuk terapisnya. Untuk yang ada klip merahnya sedang tidak available ya bu,” kembali mbak itu memberikan sebuah buku yang isinya foto-foto terapis yang ada disitu. Hmm, cukup banyak juga, dan semuanya cewek. Hanya ada foto, tidak ada namanya.

“Yang ini aja mbak,” aku menunjuk sebuah foto terapis. Aku memilihnya karena dari foto posturnya cukup kecil, jadi kurasa tenaganya nanti pas untuk memijitku yang tidak terlalu suka dipijat keras-keras.

“Oh iya baik. Ibu mau room yang VIP atau yang biasa?”

“Yang VIP ya mbak.”

“Baik bu, mari saya antarkan.”

Mbak yang aku tidak tahu namanya itu kemudian mengajakku menaiki tangga. Sampai di lantai 2 ku lihat ada dua buat pintu, dimana ada tanda cewek dan cowok. Hmm, benar kata Wika, ruangannya dipisah, kurasa ini benar-benar aman. Disitu juga ku lihat ada seorang pria yang memakai seragam security sedang duduk di dekat pintu-pintu itu.

Wah, sampai ada securitynya, mungkin buat jaga-jaga kalau ada pelanggan yang nakal sama terapis biar bisa langsung ditindak kali ya. Aku merasa semakin tenang karena ku pikir dengan adanya petugas keamanan itu berarti panti pijat ini memang benar-benar menjaga keamanan dan kesopanan. Kalau ada pelanggan yang punya niat tidak-tidak pasti berpikir ulang setelah melihat pria itu, yang berperawakan tinggi besar dan wajahnya agak, hmm, menyeramkan, hihihi. sexy

“Ini ruangannya bu, silahkan ibu ganti baju dengan pakaian yang sudah kami sediakan sambil menunggu terapisnya, kurang lebih 5 menit lagi terapisnya datang.”

“Oh iya mbak, makasih.”

Aku segera masuk ke ruangan itu. Berbentuk seperti kamar, berukuran sekitar 3 x 4 meter. Ada sebuah bathtub dan TV, seperti yang diceritakan Wika. Tempat untuk pijitnya juga bukan ranjang kecil seperti biasanya di tempat lain, tapi sebuah matras yang cukup tebal dan lebar, dengan lubang untuk wajah. Di atasnya ada besi-besi yang biasa digunakan terapis untuk pegangan waktu melakukan shiatsu.

Akupun segera berganti pakaian. Awalnya aku agak ragu waktu melihatnya, hanya sebuah celana dalam tipis berwarna putih, dan sebuah tanktop yang juga cukup tipis berwarna putih. Tapi setelah kupikir-pikir, toh yang mijat cewek juga, jadi nggak papa lah. Kulepas semua pakaianku, termasuk pakaian dalamku dan menggantinya dengan pakaian itu. Sejenak aku bercermin, wah seksi juga ya aku berpakaian kayak gini, gimana kalau mas Galih lihat ya? Hihihi.

Tok tok tok…

“Permisi,” kudengar suara ketukan pintu dikuti suara seorang wanita.

“Iya,” jawabku.

“Sudah selesai bu ganti bajunya.”

“Sudah mbak,” jawabku sambil membuka pintu yang memang tadi ku kunci.

“Selamat siang bu,” sapa wanita itu, terapis yang kupilih tadi.

“Siang mbak.”

“Saya Eri bu, maaf dengan ibu siapa?” tanyanya.

“Saya Nuri.”

“Baik bu, kita bisa mulai terapinya. Shiatsu 2 jam ya bu?”

“Iya mbak.”

“Oh iya sebelumnya ini ada wedhang jahe, mungkin kalau ibu berkenan silahkan diminum biar agak hangat badannya.”

“Wah makasih mbak.”

Aku menerima cangkir dari mbak Eri yang berisi wedhang jahe itu, dan meminumnya sedikit. Kemudian dia menyuruhku untuk tengkurap. Setelah aku tengkuran dia menutupi tubuhku dengan handuk lebar yang menutup punggung sampai ke lutut.

“Maaf bu, pijitanya mau yang sedang atau yang kuat?” sexy

“Yang sedang aja ya mbak.”

“Baik bu.”

Dia pun memulai pijatannya dari telapak kakiku. Hmm, kalau yang aku dengar, pijatan yang benar itu memang mulainya dari telapak kaki, jadi kalau yang mulai dari tempat lain, yaa kalian bisa menduganya sendiri lah, hehehe. Sambil menikmati pijatan dari mbak Eri, kunyalakan TV yang ada di ruangan ini. Memang aku tak bisa melihat dengan leluasa, tapi lumayanlah masih bisa dengar.

“Bu Nuri baru pertama kali kesini?”

“Iya mbak, kemarin itu dikasih tahu sama teman, katanya ada tempat pijat baru.”

“Oh iya bu, kita emang baru buka kok, belum ada sebulan, makanya masih sepi ini.”

“Oh gitu. Padahal disini bagus ya mbak, sayang tempatnya agak masuk. Kalau di pinggir jalan besar pasti udah lebih rame.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *