Cerita Sex Menikmati pijatan yang membuat ku jadi terangsang part 2

Iya bu, tapi disini malah enak kok, nggak bising. Kalau di room VIP seperti ini sih enak karena kedap suara, tapi kalau yang standar kita masih bisa denger suara-suara dari luar kan bu, jadi kurang nyaman aja.”

“Iya juga sih mbak.”

Sambil terus memijat mbak Eri mengajakku ngobrol. Pijatannya enak juga ternyata, apalagi orangnya juga ramah, aku jadi merasa lebih nyaman sekarang.

“Ibu asli Jogja?”

“Bukan mbak, saya dari Solo, disini kebetulan kerja, dan ikut suami juga.”

“Oh gitu. Kerja dimana bu?”

“Ngajar mbak di SD 69.”

“Wah bu guru tho?”

“Iya mbak, hehehe.”

“Anaknya udah berapa bu?”

“Baru 1 mbak, masih setahun. Aduuh…”

“Eh, kenapa bu? Ada yang sakit? Atau saya mijitnya terlalu kuat?” tanya mbak Eri terdengar panik.

“Oh nggak kok mbak. Maaf saya orangnya emang gampang geli, hehe. Nggak papa, pijatan mbak enak kok, udah pas, lanjutin aja.”

“Oh gitu, ya udah saya lanjutin ya bu.”

“Iya mbak.”

Aku tadi memekik karena pijatan mbak Eri sudah sampai di daerah paha atasku. Disitu dan beberapa daerah lainnya memang aku geli sekali. Saat ini pun pijatan mbak Eri membuatku terus menggeliat meskipun sudah tidak mengaduh seperti tadi lagi. Tapi karena mbak Eri sudah tahu dia terus melanjutkan saja.

Kami masih terus ngobrol sampai dia memijat punggung dan tanganku, kemudian memintaku berbalik dan mengulangi pijatannya dari kakiku. Lagi-lagi tubuhku menggelinjang saat tangannya mulai menyentuh pahaku, tapi kucoba menahan sebisa mungkin. Mbak Eri pun tampaknya tidak terlalu mempedulikan dan terus melanjutkan pijatannya, meskipun beberapa kali dia tersenyum melihat tingkahku.

“Oke bu, selanjutnya kita pake minyak ya. Bu guru silahkan kalau mau minum dulu.”

“Iya mbak,” aku agak geli dia memanggilku bu guru, tapi ya sudahlah karena memang aku seorang guru.

Aku pun bangkit dan meminum wedhang jahe yang masih tersisa tadi sampai habis. Mbak Eri bahkan menawariku apa mau lagi dan aku mengiyakan saja. Sejenak dia keluar untuk mengambilkan minuman lagi, dan tak lama dia sudah kembali lagi dan cangkirku sudah terisi penuh. Dia kemudian memintaku untuk memilih minyak mana yang mau dipakai, aku memilih salah satunya yang aromanya cukup segar dan tidak begitu tajam. Kemudian mbak Eri memintaku untuk tengkurap lagi.

Dia mulai memijat kakiku lagi dengan minyak itu. Terasa dingin saat menyentuh kulitku, dan terasa geli juga. Tapi aku tak terlalu banyak protes dan menikmatinya saja karena pijatannya memang terasa enak.

Lagi-lagi tubuhku menggelinjang saat pijatannya sampai di daerah pahaku. Ditambah dengan minyak pijat itu membuatku semakin geli, apalagi pijatannya semakin naik hampir ke pangkal pahaku. Aku sampai memeluk bantal erat-erat, dan bahkan menggigitnya karena tadi aku hampir saja mendesah.

Mbak Eri mengangkat handuk yang menutupi pantatku, dan menuangkan minyak itu disana. Lalu dia meneruskan pijatannya dengan meremas-remas pantatku. Duh, rasanya benar-benar geli sekali. Beberapa kali aku menggenlinjang bahkan mendesah tertahan. Apalagi kurasakan tangan mbak Eri masuk ke dalam celana dalam yang kupakai dan memijatnya langsung di kulit pantatku, membuatku semakin blingsatan.

Untungnya tak lama kemudian mbak Eri menyudahi pijatanya di daerah pantatku itu. Dia menurunkan lagi handuk menutup pantatku. Kini pijatannya beralih ke punggung. Tanpa menyibakkannya dulu, dia tuangkan minyak itu ke punggungku yang masih memakai tanktop. Duh, tanktop ini kan tipis sekali, dikasih minyak kayak gitu pasti jadi nerawang deh.

Kembali pijatan mbak Eri membuatku sedikit geli. Tangannya lagi-lagi masuk dari bawah tanktopku menyusuri punggungku. Aku semakin membenamkan kepalaku ke bantal karena merasakan geli saat tangan mbak Eri berada di bagian samping tubuhku, apalagi waktu memijat pinggiran payudaraku.

Tak lama kemudian mbak Eri menyudahinya, lalu memijat kedua tanganku. Setelah kedua tanganku selesai, dia menyuruhku balik badan. Kembali tubuhku ditutup dengan handuk dari dada hingga lutut. Dia memulai lagi pijatannya dari bawah. Semakin naik dan semakin membuatku geli.

Selama pijatan dengan minyak ini kami tak banyak bicara, karena aku memang lebih banyak menutup mulut menahan desahan, sedangkan mbak Eri sepertinya berkonsentrasi pada pijatannya.

“Sshh mbaakkk,” desahku tak bisa tertahan saat kedua tangan mbak Eri memijat paha dalamku, dekat sekali dengan bibir vaginaku.

Dia tidak menjawab, kulihat dia hanya tersenyum saja, tapi melanjutkan pijatanya lagi. Duh, aku benar-benar kegelian, badanku sampai bergerak-gerak gini. Selanjutnya mbak Eri menarik handuk dan meletakannya di samping tubuhku. Dia langsung saja menuangkan minyak itu di bagian depan tubuhku. Aku tak sempat memprotes karena minyak itu sudah membasahi tanktop yang kupakai, sehingga sekarang terlihat menerawang. Bahkan kedua buah dada dan puting susuku terlihat dengan jelas.

Aku pun menutupinya dengan menyilangkan kedua tanganku. Malu rasanya, sudah seperti telanjang saja. Tapi mbak Eri cuek dan melanjutkan pijatanya di perutku. Lembut sekali sebenarnya pijatannya, tapi buatku itu rasanya geli banget. Apalagi waktu tangannya menyentuh langsung kulitku, pelan-pelan naik sampai di bawah kedua buah dadaku. Aku sampai harus menahan tangannya karena kurasakan tangannya juga mau naik ke payudaraku.

Mbak Eri kemudian memijat di daerah situ. Hmm, tapi kok tenaganya udah jauh berkurang ya, kayak bukan memijat, tapi, meraba. Tangan mbak Eri berputar-putar di bawah payudaraku, membuat tubuhku semakin menggelinjang tak karuan. Tapi untungnya lagi, mbak Eri langsung menyudahinya. Aku bisa bernafas lega.

Lalu dia pindah ke atas kepalaku. Dia raih tanganku dan dibaluri dengan minyak pijat itu. Lembut dia memijat tapi aku langsung merasa geli kalau sudah sampai di bagian ketiak, apalagi tak berhenti di ketiak, pijatannya, eh bukan, rabaannya berlanjut ke daerah samping payudaraku. Aku hanya bisa mendesis saja.

Setelah kedua tanganku selesai dipijat hingga tampak berkilau karena minyak, mbak Eri masih berada di atas kepalaku, kini dia mulai memijat daerah pundah. Untuk kali ini aku bisa merasakan pijatannya kembali seperti tadi, terasa nyaman. Sampai akhirnya bagian bawah leherku dibaluri lagi dengan minyak.

Belum sempat aku berbuat apa-apa kedua tangan mbak Eri langsung masuk ke sela-sela belahan tanktopku sehingga sekarang langsung menangkup kedua susuku.

“Aaahhh mbaaakkhh,” aku tersentak, tapi hanya bisa mendesah saja saat kemudian kedua tangan itu meremas buah dadaku.

Ini adalah pertama kalinya payudaraku disentuh oleh orang lain, meskipun sama-sama cewek. Tapi rasanya benar-benar, hmm, geli banget. Apalagi sekarang tubuhku, entah kenapa terasa aneh sekali, rasanya panas dan daerah vaginaku seperti gatal minta digaruk. Apalagi dengan kedua payudaraku diremas dengan lembut oleh mbak Eri, membuatku jadi terangsang.

Ah nggak boleh. Aku nggak boleh terangsang kayak gini. Aku mencoba untuk menarik tangan mbak Eri tapi tidak berhasil. Dia malah memainkan puting susuku, memilin-milinnya. Aah, padahal ini adalah salah satu titik paling sensitif yang aku punya, dan dia sedang memainkannya. sexy

“Mbaakkhh aahhh udaaahhhh,” aku memohonnya untuk berhenti tapi dia malah makin bersemangat.

Aku sendiri merasa vaginaku sudah semakin gatal, sampai kugesek-gesekkan kedua pahaku, tapi itu tidak cukup. Aku ingin merabanya, menyentuhnya, tapi kedua tanganku masih mencoba untuk menarik tangan mbak Eri.

Kurasakan kedua puting susuku sudah mengeras dipilin oleh mbak Eri. Nafasku semakin tak karuan, desahanku juga semakin tak tertahan. Apakah ini juga termasuk dalam paket pijatan yang kupilih tadi?

“Aaaahhhh mbaakk, aku, oouhh aahhh akhuuuu..”

“Keluarin aja bu, jangan ditahan-tahan,” begitu yang kudengar darinya, lalu beberapa saat aku mendesah panjang.

“Aaaaaaahhhhhhhh..” pantatku sampai terangkat-angkat. Astaga, aku orgasme, hanya dengan dimainkan buah dadaku saja, tanpa penetrasi sama sekali.

Tubuhku langsung melemas. Aku sampai memejamkan mataku, mengatur nafasku yang terengah-engah. Aku bahkan diam saja waktu mbak Eri menarik tanktopku sampai terlepas. Untuk beberapa saat sepertinya dia membiarkanku mengatur nafasku.

“Sshhhh aaahh mbaak, udaaahh,” aku kembali merasakan kedua payudaraku dimainkan lagi oleh mbak Eri.

Aku membuka mataku dan terkejut karena dia ternyata sudah melepas pakaiannya tadi, tinggal memakai BH dan celana dalam saja. Dia memelukku sambil tetap memainkan payudaraku, lalu tiba-tiba saja dia menciumku.

Aku gelagapan menerima serangan ini. Aku mencoba untuk meronta tapi entah kenapa tubuhku malah bereaksi sebaliknya. Apalagi sekarang kurasakan tangan mbak Eri mulai turun menyusuri perutku, kemudian masuk ke celana dalamku dan langsung menyentuh bibir vaginaku. Bukan hanya itu, tapi jarinya langsung masuk dan mengobok-obok liang vaginaku.

Oh tidak, vaginaku sudah basah. Dan jari ini, ah untuk pertama kalinya ada orang selain mas Galih yang menyentuhnya. Dan orang itu adalah sama-sama cewek. Aku tidak bisa berpikir jernih lagi, tubuhku dengan cepat dikuasai oleh nafsu. Entah kenapa secepat ini, biasanya aku tidak sampai secepat ini terangsang bila bercinta dengan mas Galih.

Mbak Eri terus mengobok-obok memekku, eh bukan, vaginaku. Aduh, kenapa aku jadi ngomong jorok begini sih.

Kocokan jari mbak Eri semakin cepat, hingga vaginaku semakin lama semakin becek. Bunyi kecipak terdengar jelas di telingaku. Desahanku sudah tak karuan tapi tertahan oleh ciuman mbak Eri yang sekarang sudah memainkan lidahnya juga.

“Eehhmmmmpppp..” tubuhku mengejang beberapa kali, saat kurasakan orgasme dahsyat melandaku. Vaginaku benar-benar sudah banjir oleh permainan jari mbak Eri.

Oh tidak, kenapa aku menikmati sekali, dicumbu oleh sesama wanita seperti ini? Apakah aku punya kelainan? Tidak mungkin. Selama ini aku tak pernah tertarik pada wanita. Tapi kenapa sekarang, aku mudah sekali terangsang disentuh oleh mbak Eri.

Kulihat dia tersenyum dan bangkit. Dia mencoba melepas celana dalamku tapi kutahan. Dia menatapku, aku menggeleng.

“Udah dilepas aja, udah basah, biar nggak mengganggu.”

Akhirnya tenagaku kalah oleh tarikan mbak Eri, sehingga harus merelakan celana dalamku terlepas begitu saja.

“Bu guru haus?” tiba-tiba dia bertanya seperti itu, dan aku hanya mengangguk karena memang merasa haus.

Dia kemudian mengambil cangkir minumku tadi, membantuku untuk duduk lalu meminumkanya. Terasa cukup segar membasahi tenggorokanku, lalu aku direbahkan lagi.

“Mbak, udah ya?” pintaku memelas kepadanya. Dia tak menanggapi, malah kulihat dia melepaskan BH dan celana dalamnya.

Melihat tubuhnya yang telanjang aku risih, tapi masih sedikit berbangga karena menurutku tubuhku masih lebih bagus daripada dia. Aku lebih putih, lebih montok, payudaraku juga lebih besar, begitu juga pantatku karena kulihat pantatnya tepos.

Dia kemudian mengambil sebotol minyak, entah apa itu, lalu menuangkannya di sekujur tubuhku. Aku mencoba menggeliat tapi tubuhku masih lemas karena dua kali orgasme tadi. Setelah itu dia kembali meraba sekujur tubuhku. sexy

“Mbaak Erii, udaaahh,” pintaku memelas.

“Belum, bu guru belum siap.”

Aku tak mengerti apa maksudnya, tapi sekarang aku kembali hanya bisa mendesah saja. Aku pasrah dengan semua yang dilakukan oleh mbak Eri, karena sekarang aku sudah mulai menikmatinya. Bahkan aku membalas ketika dia menciumku lagi.

“Dibuka lebar kakinya bu guru,” kembali aku menurutinya. Ku buka lebar-lebar kedua kakiku dan dia langsung mengocok vaginaku lagi dengan jarinya, kali ini 2 jari langsung.

“Hmmpphhh hhhppp,” aku hanya bisa mendesah tertahan karena kembali dicium olehnya.

Tubuhku sudah benar-benar dikuasai oleh nafsu, tak ingat lagi bahwa aku adalah seorang istri setia, ibu dari seorang anak lelaki yang lucu, perempuan alim yang selalu berpenampilan tertutup. Tapi kini aku sedang telanjang bulat, dengan seorang wanita lain yang juga telanjang bulat, yang tadi sudah membuatku 2 kali merasakan orgasme.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *